Menelusuri Pikiran Mufti Gharyani: Mengatasi Perpecahan akibat Kritik yang Keliru

Dalam dunia Islam, ulama memegang peranan penting sebagai pewaris ilmu agama yang bertanggung jawab membimbing umat menuju pemahaman yang benar tentang ajaran Islam. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, muncul fenomena yang meresahkan di kalangan umat Islam, yaitu kecenderungan untuk mengkritik ulama secara berlebihan. Fenomena ini tidak hanya merusak reputasi para ulama, tetapi juga mengakibatkan perpecahan di antara umat. Menanggapi masalah ini, Mufti Umum Libya, al-Sadiq bin Abdul Rahman al-Gharyani, memberikan nasihat yang mendalam tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap dalam menghadapi kritik terhadap ulama, khususnya terkait pertanyaan mengenai seorang ulama tertentu, yaitu Rabi’ al-Madkhali. Apakah dia (Rabi’ al-Madkhali) termasuk ulama bidang jarh wa ta’dil Hadist (kritik dan keshohihan suatu hadist)?

Mufti Gharyani memulai tanggapannya dengan menekankan bahwa menuntut ilmu adalah tugas utama seorang Muslim. Ia mengingatkan para penuntut ilmu agar fokus pada hal-hal yang bermanfaat, seperti mencari ilmu yang berguna dan melakukan amal saleh, daripada terlibat dalam pembicaraan tentang orang lain, terutama ulama. Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apa pendapat Anda tentang si fulan?” atau “Apakah si fulan termasuk ulama?” adalah pertanyaan yang tidak membawa manfaat, dan sering kali hanya menghasilkan ‘qil wa qal’ (katanya-katanya), yang dilarang dalam Islam.

Metode mengejar dan mencari kekurangan para ulama ini, menurut Mufti Gharyani, adalah metode yang buruk dan inovatif, serta sangat merusak. Hal ini telah menjadikan “daging” para ulama sebagai santapan yang halal bagi mereka yang minim pengetahuan dan pemahaman, bahkan bagi siapa saja yang ingin berkomentar. Akibatnya, fenomena ini memecah belah umat, menimbulkan kebencian, serta menciptakan kelompok-kelompok dan permusuhan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

 

Mufti Gharyani mencatat bahwa fenomena kritik yang berlebihan terhadap ulama ini telah mengakibatkan perpecahan dan perselisihan di antara umat Islam. Ia menyebutkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam praktik ini sering kali tidak memiliki dasar ilmu yang cukup dan hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Mereka merasa berhak untuk mencela dan menghina para ulama, meskipun mereka sendiri belum memahami ilmu dengan baik.

 

Lebih lanjut, Mufti Gharyani mengkritik kelompok-kelompok tertentu yang dikenal sebagai “Madkhalis,” yang cenderung menelusuri kesalahan para ulama atau bahkan menciptakannya jika tidak ada, untuk merendahkan dan mengkritik mereka. Ia menekankan bahwa metode ini telah mengalihkan perhatian umat dari masalah-masalah utama yang sebenarnya, seperti persatuan umat dan menjaga kekuatan Islam, dan malah menyibukkan mereka dengan isu-isu kecil yang memecah-belah umat.

 

Untuk mengatasi masalah ini, Mufti Gharyani menyarankan agar umat Islam kembali kepada metode yang benar dalam menyikapi ulama. Ia mengingatkan bahwa kehormatan kaum Muslimin adalah salah satu lubang neraka, dan hanya para muhadits dan penguasa yang berdiri di tepinya. Oleh karena itu, umat Islam harus sangat berhati-hati dalam berbicara tentang para ulama dan tidak memberikan diri mereka hak untuk mencela atau menghina ulama tanpa dasar yang jelas.

 

Mufti Gharyani juga menekankan pentingnya kembali kepada prinsip-prinsip dasar dalam Islam, yaitu persatuan umat dan berpegang teguh pada tali Allah. Ia mengajak umat Islam untuk fokus pada hal-hal yang membawa manfaat nyata bagi umat, seperti memperkuat persatuan dan menjaga kekuatan Islam, daripada terlibat dalam perdebatan yang tidak berguna yang hanya memecah belah umat.

 

Fenomena kritik berlebihan terhadap ulama adalah masalah serius yang mengancam persatuan umat Islam. Melalui pandangannya, Mufti Umum Libya, al-Sadiq bin Abdul Rahman al-Gharyani, memberikan nasihat berharga tentang pentingnya menjaga kehormatan ulama dan fokus pada hal-hal yang benar-benar bermanfaat bagi umat. Ia mengingatkan kita bahwa Islam mengajarkan persatuan, saling menghormati, dan menjaga kehormatan satu sama lain, serta menganjurkan untuk tidak terlibat dalam perdebatan yang hanya membawa perpecahan. Dengan mengikuti nasihat ini, umat Islam dapat menghindari perpecahan dan kembali pada jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Loading

Diterbitkan oleh

Zaki Anshari Al-Banjari

Ahmad Zaki Anshari Al-Banjari lahir di Kalimantan Selatan pada 29 Maret 2003, adalah seorang penulis yang memadukan Dirosat Islamiyah dengan nilai-nilai Sosial Kemasyarakatan. Sebagai mahasiswa Double Degree Ilmu Falak di UIN Walisongo Semarang dan Syari'ah dan Sastra Arab di Safwa University. Penulis memiliki minat mendalam terhadap alam semesta dan keindahannya. Pengalamannya yang luas dalam dunia pendidikan, termasuk sebagai pengajar di madrasah diniyah dan pondok pesantren, serta perannya sebagai Pembina IV di Yayasan Ma'had Al Islamy Hidayatul Amin Batu Tangga, telah membentuknya menjadi pendidik yang inspiratif. Penulis dikenal mampu menggabungkan ilmu pengetahuan Dirosat Islamiyah dengan kearifan lokal, menginspirasi generasi muda untuk mencapai potensi terbaik mereka. Dalam beberapa tulisannya, corak penulis mengkomunikasikan konsep-konsep kompleks dengan cara yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Dengan semangat sebagai pembelajar seumur hidup, saya terus berinovasi dalam dunia pendidikan dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Keahlian penulis dalam mengelola program pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran membuat penulis dipilih sebagai manajer pendidikan yang adaptif dan kreatif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *