Karya: Rachmat Wardana ( Peserta Lomba Cerpen DN 14 CSSMoRA UIN Walisongo)

 

Malam itu nyonya Atmaja sedang duduk di sofa ruang tamunya. Dengan secangkir kopi di tangan, dan dua gelas berisi bubuk kopi di meja. Dengan perasaan geram penuh kecemasan, nyonya Atmaja menyeruput dan menaruh secangkir kopinya ke meja.

Dengan mata yang selalu mengawasi jam dinding yang mendentangkan pukul sembilan malam, nyonya Atmaja menggigit jari-jari tangan kanannya dengan penuh kegemasan. Sedangkan, anak-anaknya yang berusia SMA dan SMP sudah berada di kamarnya masing-masing.

Nyonya Atmaja berdiri, mondar-mandir dengan kepala tertunduk, wajah cemas, dan jari-jari tangan kanan yang masih dihisapnya. Dan ia kembali duduk. Menyeruput kopinya kembali. Matanya terbuka, melotot serius, dan kembali hilang rasa kantuknya.

Ia lakukan hal itu berulang, menyuruput kopi, mengisap jari-jari tangan, berjalan mondar-mandir, dan kembali duduk.

Hingga nyonya Atmaja bosan memandang jam dinding dan melupakan waktu. Ia juga melupakan bahwa gelas-gelas kopinya telah kosong dan ia tak lagi menyeruput kopi. Dan terdengar suara mesin mobil berhenti di depan gerbang rumah. Nyonya Atmaja pun berjalan dan sedikit menyingkap gorden jendela. Dilihatnya mobil hitam besar yang berharga mahal.

Rasa cemas nyonya Atmaja akhirnya menurun dengan disertai rasa geram yang memuncak. Dibukakannya pintu rumah untuk menyambut seorang lelaki berusia empat puluh tahunan, yang tak lain adalah tuan Atmaja, suaminya.

Ditatapnya singkat wajah suaminya, dan diangkatnya tangan kanannya hingga mendarat dengan keras di wajah tuan Atmaja. “Akhirnya pulang juga kau lelaki bajingan!” geram nyonya Atmaja.

“Apa-apaan kamu! Suami pulang malah disambut dengan tamparan,” ucap kesal tuan Atmaja yang tak sengaja terdengar kedua anaknya yang SMA dan SMP yang ternyata belum tertidur.

“Sudah tidak perlu banyak bicara kamu! Langsung saja kamu akui kebejatan kamu!” 

Sontak anaknya nyonya Atmaja yang SMA menyuruh adiknya yang masih SMP untuk kembali ke kamarnya, “Kamu tidur sana, jangan dilihat. Itu masalah orang dewasa.” Tak mau berdebat dengan kakaknya, sang adik menuruti dan pergi ke kamar. Dengan tetap memerhatikan pertengkaran dari kamarnya di lantai atas.

“Apa? Apa? Gila kamu ini ya!” tunjuk tuan Atmaja kepada nyonya Atmaja.

“Jangan kamu kira saya tidak tahu!” ucap nyonya Atmaja sambil menunjuk-nunjuk wajah tuan atmaja. “Saya sudah tahu kebejatan tentang perselingkuhan kamu!” 

Tuan Atmaja membeku sedetik dan mengelak keras, “Perselingkuhan apa? Kamu jangan asal tuduh! Saya itu suami kamu dan ayah dari anak-anak kamu. Tidak akan saya selingkuh.”

Anaknya yang SMA diam-diam merekam dan menjadikannya status dengan emotikon sedih dalam statusnya di medsos. Sedangkan adiknya yang SMP, merekamnya dan menjadikannya status, “Anak gak tau adab! Ngebeberin masalah keluarga.”

“Tolol! Saya punya semua bukti tentang perselingkuhan kamu! Bukan cuma satu, tapi banyak foto dan video yang saya dapatkan ketika kamu disuapi dengan para selingkuhan kamu itu,” ucap nyonya Atmaja terengah-engah. “Dan saya sudah melaporkannya kepada KPK dan bersiap-siap saja kamu.”

“Masa bodoh! Kamu pasti berbohong. Mana mungkin seorang perempuan seperti kamu dapat melakukan itu,” penyataan tuan Atmaja yang meremehkan nyonya Atmaja.

Di lantai atas, anak mereka yang SMA mendapatkan panggilan telepon dari kekasih, ia merasa senang. Di lantai bawah, tuan dan nyonya Atmaja yang terkejut mendengar dering telepon itu terkejut dan menatap ke lantai atas. Pertengkaran mereka pun berhenti. Dan mereka bersama-sama masuk ke kamarnya yang kedap suara.

Masuk jam Sembilan pagi, sebagian orang sudah mulai beraktivitas, dan sebagian lagi bersiap-siap untuk beraktivitas. Dan tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut karena tiga orang dari Komisi Pemecatan Keluarga sudah mendatangi kediaman keluarga Atmaja, yang mana tuan Atmaja sedang bersiap-siap menuju balai kota tempatnya kerja.

Ketiga anggota KPK tersebut disambut oleh nyonya Atmaja, tidak dengan suami, ataupun kedua anaknya yang sudah berangkat sekolah sedari jam tujuh pagi.

“Selamat Pagi, nyonya! Benarkah ini rumah nyonya Atmaja yang kemarin sore hendak melaporkan masalah perselingkuhan?” tanya seorang anggota KPK muda dan berwajah cukup tampan yang membuat nyonya Atmaja tersipu senyum.

“Ya, saya yang telah melaporkan. Silakan tuan-tuan masuk,” ucap nyonya Atmaja mempersilakan ketiga orang tersebut masuk.

Tuan Atmaja masih melanjutkan sarapannya, dengan celana pendek dan kaus oblong, ia makan sendirian di meja makan. Sedangkan, istrinya, bersama tiga anggota KPK.

“Nyonya Atmaja, boleh kami melihat bukti yang hendak nyonya berikan?” pinta seorang anggota KPK yang bertubuh rada kurus, tetapi masih cukup tampan.

“Ya, saya akan berikan. Dan sampai sekarang masih ada di ponsel saya,” jawab nyonya Atmaja sambil memberikan ponselnya.

“Boleh tolong dibuka sandi layarnya, nyonya?”

“Oh, iya, maaf.”

“Apa hanya berupa foto-foto saja, nyonya?” tanya seorang anggota KPK yang cukup tua.

“Bentuk video ada, tetapi silakan dibuka yang foto-foto terlebih dahulu.”

Ketiga anggota KPK tersebut pun melihat-lihat foto-foto yang diberikan oleh nyonya Atmaja dengan ponsel dipegang oleh anggota yang tua. Seperti yang dilaporkan oleh nyonya Atmaja, mereka melihat foto tuan Atmaja yang sedang disuapi oleh orang lain. Satu-persatu foto mereka lihat, tuan Atmaja yang disuapi oleh berbagai orang dengan seragam yang berbeda. Bahkan, ada seorang yang mengenakan seragam batik menyuapinya.

Setelah selesai dengan semua foto-foto yang diberikan, akhirnya anggota yang tertua meminta video, “Bisa kita lanjut dengan videonya, nyonya?” dan ia menatap kepada anggota muda dan cukup tampan.

“Foto ini asli. Dan orang yang disuapi adalah benar Walikota Ini,” ucap anggota yang muda dan cukup tampan diam-diam menganalisis, yang ternyata adalah ahli IT.

“Ini, saya memiliki lima video dia sedang disuapi dan satu video dia sedang membawa daging,” ujar nyonya Atmaja sambil kembali memberikan ponselnya kepada anggota yang tua.

Mereka pun memutar video pertama, cukup lama mereka menonton, hingga akhirnya mereka melihat adegan Walikota Ini sedang disuapi, “Ah, ya. Banyak sekali yang ia makan. Apa perutnya muat memakan semua itu?” dan ketiga anggota KPK tertawa mendengar ucapannya yang ternyata adalah kelakar yang membuat nyonya Atmaja terdiam, bingung, tak mengerti apanya yang lucu.

Mereka menyelesaikan video pertama dengan akhir adegan bahwa tuan Atmaja berhasil memakan semua uang yang disuapi langsung ke mulutnya. Ketiga anggota KPK hanya menelan ludah melihat rekaman Walikota ini yang rakus karena dapat menghabiskan seluruh uang itu dalam waktu singkat.

“Video ini asli. Dan orang yang disuapi adalah benar Walikota Ini,” pernyataan anggota yang muda dan cukup tampan.

Mereka melanjutkan menonton video yang dijadikan bukti. “Video ini asli. Dan orang yang disuapi adalah benar Walikota Ini,” pernyataan yang terus diberikan oleh anggota yang muda dan cukup tampan pada setiap video yang mereka putar.

Dan pada video terakhir, “Video ini asli. Dan daging yang dibawa Walikota Ini sangat segar,” pernyataan yang membuat ketiga anggota KPK terbahak-bahak.

Seluruh bukti sudah diputar, dalam denting jam yang menunjukkan pukul setengah sebelas siang, nyonya Atmaja merasa geregetan akan hasil bukti dan laporan yang ia berikan.

“Baik nyonya, kami nyatakan bukti ini otentik dan kami butuh salinannya. Dan kami akan segera menuntaskan perselingkuhan suami nyonya terhadap orang-orang yang telah menyuapinya,” ujar anggota KPK yang tua. “Dan tolong buat laporannya,” pinta anggota yang tua kepada anggota yang rada kurus.

Dan tuan Atmaja yang hendak keluar rumah yang harus melewati ruang tamu terkejut melihat ada tiga orang tamu yang tidak ia tahu kedatangannya karena ia sibuk menghabiskan roti lapis uang sebanyak satu koper dan sibuk berlama-lama di kamar mandi yang jaraknya cukup jauh dengan ruang tamu. Dan sebenarnya ia terkejut atas seragam yang para tamunya gunakan dengan bertuliskan Komisi Pemecatan Keluarga. Kini ia menyadari bahwa istrinya tidak sekedar menggertak karena cemburu. 

Ketiga anggota KPK tersebut pun berdiri, memberikan hormat kepada Walikota Ini. “Selamat Siang, Bapak Walikota. Saya sarankan anda untuk tidak perlu lagi pergi ke Balai Kota. Hehe,” ledek anggota KPK yang tua.

“Apa maksud anda ini?” tanya tuan Atmaja.

“Ya, mau bagaimana pun, Bapak tidak akan mampu mengelak atas perselingkuhan Bapak, dan ini akan menjadi skandal perselingkuhan yang besar,” gertak anggota yang tua.

“Perselingkuhan apa! Jangan asal tuduh kalian!” bentak tuan Atmaja.

“He, bukankah nikmat ketika anda disuapi, mengunyah, dan menelan uang dari mereka-mereka itu?”

“Ya, memang nikmat. Dan perlu kalian ketahui,” tangan tuan Atmaja menunjuk-nunjuk, “yang saya lakukan adalah sebuah kewajiban yang berat yang sulit dilakukan oleh orang lain. Saya telah menyelamatkan harta masyarakat. Saya sudah mencegah para karyawan ataupun pegawai pemerintahan untuk menghamburkannya. Dengan saya memakannya, tentu tidak akan ada lagi penyelewengan dana. Dan tingkat korupsi akan berkurang.”

“Oh, begitu rupanya. Selamat kalau begitu Bapak telah menjadi seorang Walikota yang baik yang telah menyelamatkan harta masyarakat. Akan tetapi, istri Bapak telah cemburu melihat Bapak terus disuapini oleh banyak orang. Tentulah, kami sangat bersimpati dengannya. Padahal Bapak bisa memakannya sendiri tanpa perlu disuapi. Dan kami akan memproses pemecatan Bapak dari keluarga Ini.”

Tuan Atmaja hanya terdiam, menatap anggota KPK yang tua. Dan kemudian menatap ketiga anggota KPK yang berlalu pergi. Sedangkan, nyonya Atmaja menarik napas panjang, dengan kedua tangan di belakang punggung, dan menatap sinis tuan Atmaja dengan sepotong uang seratus ribu di bawah bibir. 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *