Kualitas vs Kuantitas dalam Membaca Al-Qur’an: Mana yang Lebih Utama?

Dalam tradisi Islam, membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang memiliki kedudukan sangat tinggi. Namun, di antara para ulama dan umat Islam pada umumnya, seringkali muncul pertanyaan: mana yang lebih utama, memperbanyak jumlah bacaan atau membaca dengan tartil dan tadabbur (merenungi maknanya)?

Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan penjelasan yang menarik mengenai hal ini. Dalam bukunya Zaadul Ma’ad, beliau menguraikan bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki keutamaan masing-masing. Menurut beliau, membaca dengan tartil (perlahan dan benar) serta penuh tadabbur lebih tinggi dan lebih agung pahalanya. Sebaliknya, memperbanyak jumlah bacaan menghasilkan pahala yang lebih banyak secara kuantitas, meskipun nilainya tidak sebesar bacaan dengan tadabbur.

Untuk memudahkan pemahaman, Ibnu Qayyim memberikan perumpamaan. Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur diibaratkan seperti seseorang yang bersedekah dengan permata yang sangat berharga atau memerdekakan seorang budak yang nilainya sangat tinggi. Sedangkan memperbanyak bacaan tanpa tadabbur diumpamakan seperti seseorang yang bersedekah dengan sejumlah besar dirham atau memerdekakan banyak budak yang nilainya rendah. Kedua tindakan ini tentu mendapatkan pahala, namun ada perbedaan kualitas di antara keduanya.

A. Dalil dari Sunnah

Pentingnya membaca Al-Qur’an dengan tartil juga ditegaskan dalam berbagai riwayat. Salah satu contohnya adalah dalam Shahih Bukhari dari Qatadah, yang bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tentang bagaimana Rasulullah ﷺ membaca Al-Qur’an. Anas menjawab bahwa Rasulullah ﷺ membacanya dengan tartil, yakni dengan memanjangkan bacaan, tidak terburu-buru.

Begitu juga dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang memberikan nasihat kepada seorang yang cepat dalam membaca Al-Qur’an. Ibnu Abbas berkata bahwa membaca satu surat dengan perlahan dan penuh pemahaman lebih ia sukai daripada membaca Al-Qur’an secara cepat berulang kali dalam semalam. Menurut beliau, jika seseorang tetap ingin memperbanyak bacaan, ia harus membacanya dengan cara yang bisa didengar oleh telinga dan diresapi oleh hati.

B. Menjaga Keindahan dan Keagungan Bacaan

Salah satu sahabat Nabi ﷺ, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, juga memberikan nasihat penting terkait cara membaca Al-Qur’an. Beliau memperingatkan agar tidak membaca Al-Qur’an dengan terburu-buru seperti membaca syair, atau membacanya secara asal-asalan seperti menebar kurma yang buruk. Abdullah bin Mas’ud menekankan pentingnya berhenti di hadapan ayat-ayat yang menakjubkan, menggerakkan hati, dan tidak terburu-buru untuk segera menyelesaikan surat.

Lebih lanjut, Abdullah bin Mas’ud juga mengingatkan bahwa ketika seseorang mendengar ayat yang dimulai dengan firman Allah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا (Wahai orang-orang yang beriman), ia harus benar-benar memperhatikan dengan seksama, karena di dalam ayat itu pasti terdapat perintah yang baik atau larangan dari keburukan.

C. Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Sebuah kisah menarik juga datang dari Abdurrahman bin Abi Laila. Seorang wanita datang kepadanya ketika ia sedang membaca Surat Hud, dan bertanya bagaimana ia bisa membaca surat tersebut begitu cepat. Wanita itu berkata bahwa ia telah membaca surat Hud selama enam bulan, namun belum juga selesai. Kisah ini menunjukkan bahwa membaca dengan tadabbur mungkin memakan waktu lebih lama, tetapi hasilnya adalah pemahaman yang lebih mendalam.

Dari berbagai penjelasan ini, jelaslah bahwa kualitas bacaan Al-Qur’an lebih diutamakan daripada kuantitas. Namun, memperbanyak jumlah bacaan juga tetap memiliki nilai pahala tersendiri. Oleh karena itu, pilihan terbaik bagi seorang Muslim adalah menggabungkan kedua pendekatan ini, yaitu dengan membaca Al-Qur’an dalam jumlah yang banyak namun tetap menjaga tartil dan tadabbur dalam setiap bacaannya.

Sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah, setiap tindakan memiliki pahalanya masing-masing, namun membaca Al-Qur’an dengan penuh pemahaman akan lebih memberikan manfaat, baik secara spiritual maupun intelektual. Pada akhirnya, tujuan membaca Al-Qur’an bukanlah sekadar untuk menuntaskan bacaan, tetapi untuk meresapi setiap maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Loading

Perkukuh Kebhinekaan, KKN MMK Kelompok 22 UIN Walisongo Gelar Acara Webinar Moderasi Beragama bersama Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra

Selasa, 26 Juli 2022. Dalam ikut menyemarakkan moderasi beragama yang dipelopori oleh Kementerian Agama RI, KKN UIN Walisongo Semarang yang diselenggarakan pada tahun ini mengambil tema besar tentang moderasi beragama. Dengan demikian, KKN MMK Kelompok 22 berinisiatif untuk ikut mendobrak dan menyemarakkan moderasi beragama dengan mengadakan webinar moderasi beragama.

Adapun tema yang diambil pada webinar tersebut yaitu “Moderasi Zaman dalam Keberagaman Perkukuh Kebhinekaan” dengan subtema “Sejarah dan Perkembangan Moderasi Beragama di Indonesia (kajian dalam agama Islam dan agama Buddha)”, yang diselenggarakan dengan berkolaborasi bersama Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra.

Webinar tersebut mengundang pembicara dari dua pihak dengan latar belakang yang berbeda, yaitu Bpk M Makmun Dosen Ilmu Al-Qu’an dan Tafsir UIN Walisongo dan Bpk Suranto Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra. Dengan mengundang pembicara yang berlatar belakang berbeda, menjadikan webinar tersebut cukup menarik perhatian peserta.

Sulton Hidayat, selaku Kordes KKN MMK Kelompok 22 mengatakan “webinar ini dilatarbelakangi dengan adanya inisiatif dari teman-teman KKN yang selain ikut menyemarakkan moderasi beragama juga adanya pemeluk agama yang berbeda dalam lingkungan tempat KKN MMK Kelompok 22 yang didominasi oleh warga non muslim. Untuk itu, diharapkan dengan webinar ini bisa memberikan wawasan juga kesadaran kepada kita semua akan pentingnya moderasi dan toleransi yang harus dijunjung tinggi”.

Ucapan terimakasih juga diucapkan oleh Ketua BEM STAB Syilendra, saudari Amba Pali yang sangat senang dan sangat berterimakasih karena sudah melibatkan para mahasiswa STAB Syailendra dalam webinar tersebut. Sehingga terjalin komunikasi yang baik dan menambah keakraban juga saling menghormati antar sesama.

Ibu Shokikatul Mawaddah selaku DPL KKN MMK Kelompok 22 juga sangat mengapresiasi dengan diselenggarakannya acara webinar moderasi beragama. Karena di lingkungan tempat KKN memang sangatlah terbentuk dengan baik bagaimana toleransi antar umat beda agama dan moderasi yang secara tidak langsung terbentuk didalamnya. Oleh karena itu dengan adanya webinar tersebut sudah seharusnya kita yang sudah tau dan sadar haruslah memberikan contoh dengan sikap yang bijaksana dan saling bertoleran tanpa membedakan dari sudut apapun itu.

Pematerian dan diskusi berlangsung kurang lebih selama 2 jam, dengan penyampaian materi pertama dari Bpk Suranto dan dilanjutkan Bpk Makmun dengan pemaparan yang sangat luar biasa. Antusias dan keaktifan para peserta juga cukup luar biasa dengan adanya beberapa peserta yang bertanya dan mereview materi yang sudah dipaparkan oleh pemateri.

Acara tersebut diakhiri dengan foto bersama dan pengumuman pemenang doorprize.

-Red Ani Uswatun (CSSMoRA UIN Walisongo angkatan 2019)

Loading