KKN Dari Rumah merupakan tantangan yang besar bagi Mahasiswa UIN Walisongo angkatan 2017. Dibandingkan KKN reguler sebelumnya, metode ini sangat asing. Mahasiswa memiliki tugas kelompok dan individu, dimana pada KKN Reguler sebelum masa pandemi semua tugas KKN dijalankan dengan berkelompok serta semua anggota berkumpul dalam satu posko.
“KKN DR itu tantangan bagi kita untuk bisa berbaur dengan masyarakat. Sangat sesuai dengan kesadaran, yakni Jogo Tonggo. Mungkin dari kacamata orang lain KKN seperti ini lebih mudah karena kita tidak perlu beradaptasi, namun, pada prakteknya, kan kita sendiri, individu, di situ seninya. Sangat berbeda dari KKN Reguler sebelumnya, “jelas Umi Latifah, mahasiswa KKN RDR 75 UIN Walisongo Semarang.
Oleh karena pola baru tersebut, mahasiswa dituntut untuk lebih berguna bagi lingkungan sekitar. Sebagaimana Umi Latifah yang mengadakan pelatihan Pengukuran Arah Kiblat pada hari Selasa (20/10) di Pondok Pesantren Nurul Falah Sirahan. Sebuah pesantren dengan santri sekitar 130 anak di dekat tempat tinggalnya.

“Ilmu tentang arah kiblat itu sangat penting, karena berhubungan langsung dengan ibadah wajib, yakni sholat. Jadi, perlu adanya pengkaderan sejak dini, walaupun 40 anak yang menjadi peserta, tapi jumlah tersebut sudah mampu mewakili dan membawa pesan kami untuk membumikan Ilmu Falak, “tuturnya dalam pembukaan acara pelatihan.

Pondok Pesantren Nurul Falah merupakan salah satu pondok yang menjadi naungan bagi siswa-siswi Perguruan Islam Darul Falah. Santri yang terdiri dari putra dan putri merupakan objek yang tepat untuk sasaran pengkaderan. Siswa yang berasal dari berbagai jurusan dan kelas juga memberikan suasana yang berbeda.

“Di sini santrinya kan beragam, jadi, metode kita mengajar juga ditantang di sini, ada MTs yang ada yang MA. Tapi secara keseluruhan, keberagaman ini menjadikan suasana diskusi jadi hidup,” ujar Umi Latifah di akhir acara.

Shafira, peserta pelatihan mengungkapkan kesannya terhadap pelatihan pengukuran arah kiblat ini. Menurutnya, acara ini merupakan peserta lebih tahu tentang arah kiblat yang sebenarnya, tidak hanya arah Barat. Memang, selama ini masyarakat awam menganggap arah Barat sebagai kiblat, padahal terdapat kemiringan ke arah Utara sebanyak kurang lebih 24 derajat di daerah Pati -kemiringan cenderung berbeda setiap daerah.

“Setelah acara ini, kami juga lebih tahu tentang arah kiblat yang benar, tidak hanya sekedar Barat,” jelasnya saat diwawancara oleh penulis.

Selain itu, dia juga berharap, semoga dengan acara ini, bisa menumbuhkan bakat baru, yakni Ilmu Falak. Karena, Ilmu Falak sudah bukan termasuk ke dalam mata pelajaran yang diajarkan oleh Perguruan Islam Darul Falah lagi, sehingga para siswa terbilang asing dengan istilah dan proses perhitungan Ilmu Falak. Pelatihan ini bisa menjadi pengalaman baru yang bisa turut mereka bawa kembali seusai mondok.

“Saya juga berharap di sini saya menumbuhkan bakat baru, menghitung arah kiblat, ilmu falak,” imbuh Shafira.

Seirama dengan Shafira, peserta lain, Nur Fitria juga mengungkapkan respon positifnya terhadap kegiatan pelatihan pengukuran arah kiblat. Menurutnya, pelatihan ini bisa menjadi referensi dan pengalaman baru yang berguna nanti.

“Pelatihan ini bisa menjadi referensi untuk kedepannya dan juga menambah pengalaman,” katanya dengan bersemangat.
Acara yang berlangsung selama 2,5 jam tersebut berjalan dengan lancar hingga akhir acara, walaupun satu agenda untuk praktek melihat langsung bayangan tongkat Istiwa ‘menunjukkan ke arah kiblat tidak bisa dilaksanakan karena hubungan waktu. Praktek yang harusnya dilakukan pada jam 10.44 WIB, udah batal karena pelatihan baru bisa mulai di jam 11 lebih.

 

Rep: U

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *