Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dari kita yang sering berdoa tanpa menyadari sepenuhnya makna dan tujuan dari doa tersebut. Kadang, doa hanya diucapkan untuk meminta hal-hal duniawi yang fana, tanpa memikirkan dampaknya bagi kehidupan di akhirat. Padahal, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, segala harta benda dan kenikmatan dunia tidak akan menemani kita ke dalam kubur, kecuali hisab (pertanggungjawaban) dari Allah SWT. Oleh karena itu, kita diajak untuk merenungkan dan memilih doa yang benar-benar bermanfaat bagi kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa Allah akan menghisab setiap hal, hingga celak mata yang kita pakai. Artinya, setiap harta dan kenikmatan duniawi akan dipertanyakan dari mana asalnya dan untuk apa kita menggunakannya. Maka dari itu, orang yang bijak dalam berdoa tidak hanya meminta harta atau kekayaan, melainkan merenungkan apa yang benar-benar berguna bagi kehidupan di alam kubur.
Salah satu pelajaran berharga dari Habib Ali Habsyi adalah tentang bagaimana kita harus menyusun doa. Seorang pemuda pernah meminta doa dari Habib Ali agar dicintai oleh Allah SWT. Ketika ditanya mengapa ia meminta doa tersebut, sang pemuda menceritakan sebuah peristiwa yang menggugah hatinya: ia melihat seorang preman yang sangat garang dan berwajah sangar bermain dengan anaknya. Sang preman, yang mungkin ditakuti oleh orang-orang sekitarnya, justru tertawa riang saat anaknya menarik-narik jenggotnya. Pemuda itu lalu mengaitkan peristiwa ini dengan cinta Allah kepada hamba-Nya. Seperti preman yang memaklumi ulah anaknya karena cinta, Allah SWT juga memaafkan kesalahan hamba-Nya yang dicintai, dan bahkan memberikan ampunan serta balasan berlipat atas ketaatan mereka.
Cinta yang Hakiki: Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Salah satu hal terindah yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan ini adalah cinta. Namun, tidak semua bentuk cinta itu sama. Ada cinta yang berakhir dengan kekecewaan, dan ada juga cinta yang tidak pernah lekang oleh waktu—yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta inilah yang tidak memiliki masa kadaluwarsa dan tidak akan membuat kita kecewa.
Ustadzah Halimah Alaydrus mengajarkan bahwa cinta sejati tidak selalu dimulai dengan sesuatu yang instan, tetapi sering melalui tahapan-tahapan. Cinta yang murni memang sulit dijelaskan sebabnya, tetapi cinta yang berasal dari nafsu biasanya jelas memiliki tanda-tanda. Misalnya, ketika seseorang mengaku jatuh cinta setelah sering bertemu, saling mengirim pesan hingga larut malam, atau bahkan memiliki ketertarikan fisik yang kuat, maka cinta tersebut lebih condong pada nafsu, bukan cinta karena Allah.
Dalam Islam, memandang yang bukan mahram dengan perasaan suka adalah sesuatu yang dilarang. Allah SWT memerintahkan agar kita menundukkan pandangan terhadap lawan jenis yang bukan mahram. Jika seseorang sengaja mencari-cari alasan untuk bertemu dengan orang yang disukainya, hal itu sudah menjadi bukti bahwa cintanya bukan karena Allah, melainkan karena dorongan nafsu yang dihembuskan oleh setan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadzah Halimah, cinta yang murni adalah cinta yang tak didasarkan pada pertemuan atau ketertarikan fisik semata. Cinta yang seperti ini tidak hanya membangun hubungan yang penuh berkah di dunia, tetapi juga akan bermanfaat bagi kehidupan di akhirat.
Pesan ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup, kita harus bijak dalam berdoa dan mencintai. Jangan sampai doa-doa kita hanya terfokus pada hal-hal duniawi yang tidak memiliki makna di akhirat. Pikirkan apa yang benar-benar bermanfaat bagi kehidupan setelah mati, dan fokuslah pada doa yang mendekatkan kita kepada Allah SWT.
Selain itu, belajar mencintai dengan tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta yang didasari oleh cinta kepada Allah adalah cinta yang sejati, yang tidak akan pernah membawa kita pada kekecewaan. Sebaliknya, cinta yang hanya didorong oleh nafsu akan mudah pudar dan sering kali membawa dampak buruk.
Maka, marilah kita belajar untuk mencintai dan dicintai oleh Allah dengan mengikuti ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh para ulama dan guru kita. Cinta yang sejati adalah cinta yang berlandaskan pada ketakwaan, dan cinta ini akan membawa kita kepada kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Di kutip dari buku Ustadzah Halimah Alaydrus
Komentar